Terungkap dari Hasil Audien Koral KNPI dengan Komisi II DPRD: Pemkab Purwakarta Punya Hutang kepada Pihak Ke-3 sebesar 83 Miliar

Selasa, 12 Maret 2024 08:54
Terungkap dari Hasil Audien Koral KNPI dengan Komisi II DPRD: Pemkab Purwakarta Punya Hutang kepada Pihak Ke-3 sebesar 83 Miliar

PURWAKARTA - Korp Alumni Komite Nasional Pemuda Indonesia (Koral KNPI) mengadakan audien dengan Komisi II DPRD dan pejabat BKAD Pemkab Purwakarta, Jawa Barat.

Dari pertemuan pengurus Koral KNPI dipimpin oleh Sekretaris Koral KNPI Nanang Hera, Ketua Komisi II DPRD, Dias Rukmana Praja dengan menghadirkan Kepala Bidang Anggaran BKAD, Tatang Supriadi. Audien hari itu, Rabu (6/3/2024) yang dilaksanakan di ruang Komisi II gedung DPRD Jl. Ir. H. Juanda Ciganea Jatiluhur.

Berikut penjelasan Kepala Bidang Anggaran BKAD, Tatang Supriadi setelah Koral KNPI menyampaikan permasalahan yang belakangan ramai dibahas masyarakat Purwakarta terkait Pemkab Purwakarta belum mampu membayar hutang atau gagal bayar kepada pihak ke-3 pada Tahun Anggaran 2023.

"Pertama-tama saya sampaikan permohonan maaf dari pimpinan Kepala BKAD yang tidak bisa hadir disini karena beliau ada agenda yang tidak bisa diwakilkan. Pak Kaban memerintahkan kepada saya untuk bertemu dengan bapa dan ibu disini. Mudah mudahan meskipun pak Kaban tidak bisa hadir secara langsung, mudah mudahan saya bisa bisa memberika gambaran secara umum tentang apa yang disampaikan oleh bapak dan ibu semua,"ujar Tatang.

Saya mencatat tadi ada tiga hal besar yang disampaikan yaitu yang kesemuanya itu terkait dengan hutang Pemkab Purwakarta Tahun Anggaran (TA) 2023 atau gagal bayar di TA 2023. "Kalau kami di BKAD sesuai regulasi kami menyebutnya adalah pembayaran pekerjaan yang melampaui tahun anggaran berkenaan,"

Karena bahasa Permendagri nomor 77 nya seperti itu. Artinya Permendagri sudah menyiapkan aturan karena ini dimungkinkan terjadi. Maka Permendagrinya sudah siap untuk mengatur itu.

Tadi gambaran gambaran yang disampaikan kita sepakati dulu ya sebenarnya APBD itu kan angka proyeksi angka asumsi. Sebenarnya APBD itu angka berproyeksi dan berasumsi.

Artinya uang di APBD itu bukan berarti uangnya yang sudah tersedia. Nah maka dari itu proses penyusunan APBD itu tentunya berawal dari sebuah perencanaan, penganggaran, pembahasan, dan penetapan.

"Saya sebagai anggota TAPD juga dengan Pak Dias (ketua Komisi II) pak Dedi Sutardi (anggota Komisi II) yang juga anggota Banggar nya. Artinya sama sama mengikuti proses ini dari proses penyusunan KUA-PPAS, proses penyampaian APBD, pembahasan dan penetapan itu dilakukan dengan kerja keras, tentunya dan mengumpulkan semua stakeholder, mengkompilasi data.

Karena yang kita lakukan dalam pembahasan itu kita berupaya semaksimal mungkin menyajikan sebuah data yang realistis terukur supaya mendapatkan proyeksi yang presisi. Itu sebenarnya semangat kita di TAPD Pemkab Purwakarta dan Banggar DPRD, sehingga menghasilkan sebuah APBD.

Namun tentunya dalam perjalanan itu meskipun kita sudah berusaha untuk melakukan analisa yang terukur terhadap data data yang ada tentunya dalam perjalanan APBD itu ada dinamika, ada regulasi yang yang muncul ditengah, terus ada proyeksi yang tidak bisa dicapai dengan maksimum, ada ketidak capaian pendapatan. mungkin saya bisa menggambarkan secara umum dalam pelaksanaan APBD 2023 setidaknya itu ada empat hal yang menjadikan proyeksi ini yang tadinya kita menganggap optimis presisi menjadi meleset.

Pertama adalah terkait regulasi peraturan menteri keuangan 212 dan 211. Ini baru diberlakukan tahun 2023 dimana tahun-tahun sebelumnya DAU itu adalah Dana Alokasi Umum yang boleh digunakan oleh daerah secara fleksibel. Artinya tidak ada pengaturan, bisa dipake untuk apa saja, bisa dipakai gajian, bisa dipakai pembangunan dan lain-lain.

Nah dengan adanya peraturan menteri keuangan itu disitu ditegaskan bahwa DAU itu dibagi dua. DAU specific grant dan block grant. DAU block grant boleh fleksibel tapi DAU yang specific grant itu tidak boleh dibayarkan diluar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan hanya bisa dibayarkan untuk pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan penggajian PPPK. Terkunci sehingga kita tidak lagi fleksible mengatur keuangan DAU specific.

Regulasi itu muncul di bulan Desember 2022, Sementara kita (Pemkab dan DPRD) menyetujui APBD 2023 dibulan Nopember 2022. Artinya itu sudah melewati batas persetujuan kita dengan DPRD. Itu yang harus disiasati dalam pelaksanaan APBD ini.

Yang Kedua, diperubahan anggaran kita punya mandatory (wajib) dipusat bahwa Pilkada yang akan kita lakukan 2024 pendanaannya harus di 2023. itu tidak bisa tawar menawar lagi karena kalau itu tidak dilakukan APBD tidak akan diregistrasi oleh Provinsi. Besarnya 40 persen dari dana yang ada sebesar 20 miliar. uang itu sekarang ada di kas KPU.

Yang Ketiga, kenapa proyeksi ini jadi meleset? Karena ada dana transfer yang disalurkan dari pusat tapi disimpan di BI, itu peraturan menteri keuangan. Artinya secara penyaluran belanja di Kementrian Keuangan itu sudah tersalurkan ke Kabupaten Purwakarta. Padahal kita tidak menerima. itu disimpan di BI kisarannya 28 miliar. Dana peruntukan yang bebas digunakan sebenarnya. Sekarang masih di BI. karena di dalam peraturannya itu ada holding priode selama 3 bulan. artinya uang itu selama 3 bulan tersimpan di BI.

Dan yang terakhir Keempat ada pendapatan yang tidak tercapai salah satu penyebab. Bisa kita simpulkan bersama bahwa proyeksi yang sudah kita hitung secara presisi, realistis dan terukur menjadi meleset. 

"Itu gambaran kenapa terjadi lampauan pembayaran pekerjaan di tahun 2023".

Terus terkait dengan kepastian pembayaran bisa saya sampaikan secara teknis, saya setuju apa yang disampaikan pak Agus Yasin bahwa pembayaran untuk hutang ini harus pakai regulasi.

Didalam Permendagri setidaknya ada 4 tahapan yang harus kita lakukan. Kita tahu di penyusunan APBD 2024 kita sebenarnya belum memprediksikan secara specific ada utang.

Walaupun pada pembahasan kita bahas ada potensi bakal punya utang, cuma angkanya yang kita tidak tahu.

Kita harus menginventarisir dulu utang. di bulan Januari 2024 kita sudah menginventarisir di setiap OPD segingga mendapatkan angka hutang sebesar 85 miliar. Setelah menerima data itu kita melakukan rekon dengan OPD terkait benar tidak dengan dokumen yang disampaikan.

Dengan adanya rekon itu berkurang utang jadi 84 miliar. Selanjutnya kita mengirimkan surat kepada inspektorat untuk review. Inspektorat didalam review berkurang lagi 1 miliar. Dengan tahapan itu hutang jadi 83 miliar.

Tahapan berikutnya sesuai dengan regulasi bahwa hutang ini menurut peraturan perundang undangan masuknya ke belanja mendesak karena belanja mendesak itu diantaranya hutang atau kewajiban kepada pihak ketiga. Didalam ketentuan dikatakan bahwa kita boleh melakukan pergeseran anggaran bukan perubahan anggaran.

Bagaimana pergeseran anggaran itu ? hanya mengakomodir keperluan darurat, mendesak, ketentuan peraturan perundang undangan atau bisa menggeser anggaran tanpa merubah Perda APBD. Nantinya ketika terjadi pergeseran anggaran maka kita wajib menyampaikan kepada DPRD.

"Sekarang kami belum menyampaikan ke DPRD karena belum melaksanakan pergeseran anggaran dan hari ini sudah dilakukan dan dimasukan kedalam SIPD RI. Mudah mudahan mingggu depan sudah ada penyaluran pembayaran hutang secara bertahap. Nanti pimpinan akan memformulasikan tahapan ini secepatnya. Mungkin penjelasan dari saya. Terimaksih,"kata Kabid Anggaran Tatang Supriadi mengakhiri penjelasannya. (Humas Setwan)